Cerpen | Menggapai Impian Mimpi
Sinar matahari tak lagi menanmpakkan wajahnya, gemuruh cahaya langit mulai terdengar pertanda akan turun hujan, namun tak mematahkan semangat seorang pemuda dalam menggapai impiannya, sebut saja Randi seorang pemuda Desa yang mempunyai tekad keras ingin melanjutkan Kuliah setelah Lulus SMA. Randi yang berkeinginan untuk memperbaiki dan membantu perekonomian keluarganya.
Cita-cita yang mulia itu ternyata tidak mendapat persetujuanan dari sang ayah tercinta, lantaran masalah ekonomi. “Kita ini orang miskin jangan banyak bermimpi untuk kuliah, ada untuk makan sehari-hari saja sudah bersyukur, buat apa kuliah kalau ujung-ujungnya jadi kuli petani”. Tersendu-sendu menyuarakan tangisannya, hingga terkuras sudah semua air matanya. hari-hari Randi habiskan waktunya hanya untuk mengurung diri dikamar sembari memandang foto almarhum sang ibu “Ibu kenapa kau begitu cepat tinggalkan Randi?”, dengan Suara tangisan menggelegar memecahkan kesunyian dini hari, Randi yakin, Ibu sebenarnya tak mau meninggalkannya. Namun, panggilan Tuhan memang harus bisa diterima. Tuhan yang menciptakan, Tuhan juga yang mengambilnya kembali “Jujur, sebenarnya Randi belum siap saat Tuhan memanggilmu dulu Ibu”. Ia percaya Tuhan memiliki rencana yang indah dibalik semuanya.
Kepergian seorang yang istimewa di hidupnya seperti sosok seorang Ibu membawa luka mendalam di hatinya. Pernahkah Ibu berfpikir Randi akan jatuh ke dalam luka yanng seperti ini? Pernahkah Ibu berpikir bagaimana perasaan seorang remaja yang begitu saja ditinggal oleh Ibunya? Pernah ia berpikir dan mengadukan kepada Allah, ya Allah kumohon kembalikan Ibuku. Namun kini sadar bahwa cinta kasih Tuhan pada Ibu lebih besar dibanding rasa cintanya pada Ibunya.
Rani berasa tak mempunyai semangat lagi untuk menjalani hari-harinya, ia menjadi sangat tertutup dan lebih suka menyendiri. Namun, dibalik semua itu ia selalu beprinsip “i have Allah, I have everything”. Dan pada suatu ketika Randi mengungkapkan keluh kesahnya kepada Allah Swt, semenjak itu ia mendapatkan hidayah dan menyadari semua apa yang dilakukannya selama ini adalah salah. Tak sepatutnya Rani menyalahkan takdir Allah Swt.
Semangat Rani yang telah hilang kini membara tumbuh kembali, hari-harinya dilalui dengan suka cita, Keesokan harinya Randi ikut kerja pamannya mencari emas dengan harapan mendapatkan emas yang banyak dan besar untuk biaya kuliah. Randi melakukan perjalanan kurang lebih 1 km dengan menyusuri sungai-sungai, panas matahari yang menyengat rupanya tak mengurungkan niatnya.
Setelah sampai tujuan, ia sudah tidak sabar lagi ingin segera mencari emas, namun usahanya tidak membuahkan hasil. kesabaran Randi diuji kembali (sembari mengelus-elus dada dengan rasa sabar ketika banyak ujian yang menimpanya) tanpa sengaja air matanya jatuh bertitikan, tubuhnya yang kecil, mungil, dan kecoklatan itu ia sandarkan di bawah pohon yang rindang, sambil memejamkan mata “berat sekali ujian dari-Mu ya Allah” berkata dalam hati. Lagi-lagi Rani mengeluh, ia masih ingat betul pesan dari alm. sang Ibu bahwa “Semakin kita mengeluh semakin kecil kita berhasil”. Bagaimana juga disebutkan dalam Al- Quran Surah Al-insyirah 1-8; “Bukankah kami telah lapangkan untukmu dadamu?,(1) dan kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu?(3) dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (4) karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudhan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.(6) maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (8)”.
Semangatnya yang tidak konsisten, akhirnya ia melanjutkan perjuangannya yakni ia rela jadi buruh sadap untuk mendapatkan biaya kuliah. Namun nyatanya uang yang didapatnya dan dikumpulkannya belum cukup untuk memberangkatkannya, Randi bingung apa yang harus dilakukannya sedangkan waktu terus berjalan dan pada bulan depan sudah harus berangkat. Usaha dan doa sudah Randi lakukan semaksimal mungkin langkah yang terakhir adalah memasrahkan semua itu kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. dia berusaha berlapang dada untuk menerima kenyataan yang didapatnya.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang keras sembari berkata “Ran… Ran... Ran...” dengan buru-buru Randi segera membukakan pintunya, Dialah Mas nya yang tak lain adalah keponakan dari Ibu Randi, Beliau memberikan amplop kepadanya, Bergetar tangan Randi sembari menerimanya, “ini apa coba?” “buka saja!” perlahan ia membukanya dan isinya adalah uang, seketika ia terkejut. Dengan agak gugup sambil mengatakan “ini uang apa Mas?” “Ini uang untukmu Mungkin tidak seberapa tapi semoga bermanfaat” beliau berpesan “jangan sia-siakan waktu yang ada gapailah cita-citamu sampai kamu dapat membuat orangtuamu bangga”.
Tak menunggu lama akhirnya keesokMenggapai Impian
Matahari tak lagi menanmpakan wajahnya, gemuruh cahaya langit mulai terdengar pertanda akan turun hujan, namun rupanya tak mematahkan semangat seorang gadis dalam menggapai impiannya, sebut saja Rani seorang gadis Desa yang bertekat keras ingin melanjutkan Kuliah setelah Lulus SMA. Rani yang berkeinginan untuk memperbaiki perekonomian keluarganya.
Cita-cita yang mulia itu ternyata tidak mendapat persetuan dari sang ibu tercinta, lantaran masalah ekonomi. “Kita ini orang miskin jangan banyak bermimpi untuk kuliah syukur ada untuk makan sehari-hari, buat apa kuliah kalau ujung-ujungnya jadi ibu rumah tangga”. Tersendu-sendu suaranya menyuarakan tangisannya, hingga terkuras sudah semua linang air matanya. hari-hari Rani dihabiskan untuk mengurung diri dikamar sembari memandang foto alm. sang ayah “ayah kenapa kau begitu cepat tinggalkan Rani?”, dengan Suara tangisan menggelegar memecahkan kesunyian dini hari, Rani yakin, ayah sebenarnya tidak mau meninggalkannya. Namun panggilan Tuhan memang harus diterima. Tuhan yang menciptakan, Tuhan juga yang mengambil. “Jujur, sebenarnya Rani tidak pernah siap saat Tuhan memanggilmu dulu ayah”. Ia percaya Tuhan memiliki rencana indah dibalik semuanya.
Kepergian orang teristimewa di hidupnya seperti sosok seorang ayah membawa luka mendalam di hatinya. Pernahkah ayah berfpikir Rani akan jatuh ke dalam luka dalam seperti ini? Pernahkah ayah berpikir bagaimana perasaan seorang remaja yang begitu saja ditinggal oleh ayahnya? Pernah ia berpikir dan berkata kepada Allah, Allah kumohon kembalikan ayahku. Namun kini sadar bahwa cinta kasih Tuhan pada ayah lebih besar dibanding rasa cintanya pada ayahnya.
Rani berasa tidak mempunyai semangat lagi untuk menjalani hari-harinya, ia menjadi sangat tertutup dan lebih suka menyendiri, namun dibalik semua itu ia selalu beprinsip “i have Allah, I have everything”. Dan pada suatu ketika Rani mengungkapkan keluh kesahnya kepada Allah Swt, semenjak itu ia mendapatkan hidayah dan menyadari semua apa yang dilakukannya selama ini adalah salah tak sepatutnya Rani menyalahkan takdir allah.
Semangat Rani yang membara tumbuh kembali, hari-harinya dilalui dengan suka cita, Keesokan harinya Rani ikut kerja pamannya mencari emas dengan harapan mendapatkan emas yang besar untuk biaya kuliah. Rani melakukan perjalanan kurang lebih 1 km dengan menyusuri sungai-sungai, panas matahari yang menyengat rupanya tak mengurungkan niatnya.
Setelah sampai tujuan ia sudah tidak sabar ingin mencari emas, namun usahanya tidak membuahkan hasil “zonk” kesabaran Rani diuji kembali (sembari mengelus dada) tanpa sengaja air matanya jatuh bertitikan, tubuhnya yang kecil, mungil, dan kecoklatan itu ia sandarkan di bawah pohon yang rindang, sambil memejamkan mata “berat sekali ujian dari-Mu ya Allah”. Lagi-lagi Rani mengeluh, ia ingat betul pesan dari alm. sang ayah bahwa “Semakin kita mengeluh semakin kecil kita berhasil”. Bagaimana juga disebutkan dalam Al- Quran Surah Al-insyirah 1-8
“Bukankah kami telah kami lapangkan untukmu dadamu?,(1) dan kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu,(2) yang memberatkan punggungmu?(3) dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (4) karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudhan, (5) sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.(6) maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, (7) dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap (8)”.
Semangatnya yang tidak konsisten, akhirnya ia melanjutkan perjuangannya yakni ia rela jadi buruh sadap untuk biaya kuliah. Namun nyatanya duit yang terkumpul belum cukup untuk memberangkatkannya, Rani bingung apa yang harus dilakukannya sedangkan waktu terus berjalan dan next week sudah harus berangkat. Usaha juga doa sudah Rani lakukan semaksimal mungkin langkah yang terakhir adalah memasrahkan semua itu kepada Sang Maha Pencipta. dia berusaha berlapang dada untuk menerima kenyataan.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang keras sembari berkata “Ran… Ran.. Ran..” dengan buru-buru Rani segera membukanya, Dialah Masnya yang tak lain adalah keponakan dari Ayah Rani, Beliau memberikan amplop kepadanya, Bergetar tangan Rani menerimanya, “ini apa coba?” “buka saja!” perlahan ia membukanya dan isinya adalah uang, dengan seketika ia terkejut. Dengan agak gugup sambil mengatakan “ini uang apa Mas?” “Ini uang untukmu Mungkin tidak seberapa, semoga uang itu bermanfaat” beliau berpesan “jangan sia-siakan waktu yang ada gapailah cita-citamu sampai kamu dapat membuat orangtuamu bangga”.
Tak menunggu lama, keesokan harinya Randi langsung berangkat ke Banjarmasin untuk test masuk perguruan tinggi. Setelah seminggu kemudian hasil test keluar dan alhamdulillah Randi diterima.
Posting Komentar untuk "Cerpen | Menggapai Impian Mimpi"